Makalah Bakteri
“Toksin”
1. Ayu
Christina (A.102.08.007)
2. Citra
Kartika Purnamasari (A.102.08.011)
3. Danar
Aji R. (A.102.08.012)
Akademi Analis
Kesehatan Nasional Surakarta Tahun ajaran 2012/2013
BAB I
PENDAHULUAN
Kehidupan di alam
memiliki beragam organisme yang mendiaminya termasuk mikroorganisme seperti
jamur, alga, virus dan bakteri. Keberadaan bakteri di alam memiliki berbagai
dampak terhadap kehidupan manusia. Dan berbagai dampak yang ditimbulkan oleh
bakteri ada yang menguntungkan maupun merugikan. Dekomposisi yang dilakukan
oleh bakteri merupakan salah satu keuntungan kehidupan bakteri di alam. Namun
beberapa bakteri yang dapat menimbulkan sakit hingga menimbulkan kematian.
Bakteri yang
menginfeksi tubuh manusia dapat menimbulkan sakit biasanya disebut bakteri
patogen. Dan pada bakteri patogen terdapat berbagai zat yang menyebabkan sakit
tersebut, diantaranya adalah toksin. Toksin adalah
suatu zat dalam jumlah relatif kecil yang apabila masuk ke tubuh manusia akan
bereaksi secara kimiawi dapat menimbulkan gejala abnormal hingga menyebabkan
kematian. Dalam makalah ini kami akan
mencoba mendeskripsikan toksin yang dihasilkan oleh bakteri secara lebih
terperinci. Seperti jenis dari toksin, bakteri yang menghasilkan toksin akan
menyebabkan penyakit akibat adanya toksin.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Toksin
Toksin adalah zat racun yang dihasilkan oleh beerapa
spesies bakteri. Menurut
penggolongan toksin, toksin bakteri
dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Endotoksin
2. Eksotoksin
B. Eksotoksin
Adalah toksin yang dikeluarkan dari tubuh sel.
Kuman-Kuman
yang dapat menghailkan eksotokin misalnya:
1) Corynebacterium
diphteriae
2)
Shigella dysentriae
3)
Clostridium tetani
4)
Clotridium botolium
6) Vibrio chlorea
7) Beberapa
stain Escherichia coli
Pada infeki bakteri-bakteri
tersebut,eksotoksin yang dikeluarkannya menyebar melalui aliran darah ke
seluruh tubuh,keadaan ini dinamakan taksoemia. Eksotoksin mudah dipisahkan dari
sel bakteri dengan jalan penyaringan. Contoh eksotoksin yang mengganggu
kesehatan manusia dihasilkan oleh Corynebacterim
diphtheri, Clostridium tetani dan
Clostridium botulinum. Toksin
botulinum tipe A adalah eksotoksin yang pertama kali dapat dihablurkan.Toksin
ini kedapatan pada makanan yang basi.Orang akan mati,jika termakan olehnya
0,0024 miligram toksin ini.
Kebanyakan eksotoksin mudah terurai
dengan perebusan atau penyinaran yang kuat. Eksotoksin tidak begitu berbahaya
jika tertelan, akan tetapi akan membawa maut jika masuk dalam peredaran darah.
Pengalaman menunjukkan bahwa, penyuntikan binatang dengan sedikit eksotoksin
menyebabkan timbulnya zat antitoksin dalam tubuh binatang tersebut. Antitoksin
ini tidak membunuh bakteri, akan tetapi hanya sekadar menawar toksinnya saja.
Inilah prinsip pengobatan dengan serum/ serum therapy.
Menurut
Ehrilich,eksotoksin mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:
i)
mudah dilarutkan dalam air
ii) termasuk
golongan protein, meskipun tidak memberikan semua putih telur dan dengan
larutan sulfas magnesikus yang pekat membuat endapan.
iii) bila
disuntikkan kepada jasad hidup yang peka, jasad ini akan menjadi sakit sesudah
masa inkubasi tertentu dan menunjukkan gejala dan mengenai alat-alat tertentu
iv) kekuatan
toksin untuk memberi dampak sakit dapat hilang jika dipanaskan pada 56o c (bersifat termolabil). Akan hilang
juga kekuatannya apabila disimpan dalam waktu yang lama dalam suhu kamar atau
dicampur dengan bahan kimia.
v) bila
toksin disuntikkan kepada jasad hidup, maka jasad ini di dalam badannya akan
membuat bahan-bahan penentang (antitoksin).
C. Endotoksin
Adalah toksin
yang tidak dikeluarkan dari tubuh sel namun tetap diproduksi dan tersimpan
didalam tubuh sel. Banyak juga bakteri yang tidak
menghasilkan eksotoksin, meskipun sifatnya sangat panas. Dalam hal ini dianggap
bahwa bakteri itu menyebabkan sakit, apabila bahan-bahan toksin keluar setelah
bakteri itu mati atau hancur, toksin tersebut dinamakan endotoksin, dengan
sifat umumnya ialah :
1) Tahan
terhadap panas (termostabil), juga terhadap temperatur yang tinggi ysng lazim
dipergunakkan di dalam otoklaf.
2) Menyebabkan
sakit dengan gejala-gejala yang sama sehingga tidak spesifik.
3) Ada perioda inkubasi pada jasad yang
disuntikan racun.
Endotoksin sukar sekali penyelidikannya dan hingga
beberapa tahun lalu belum ditemukan jalan untuk memisahkannya dari bakteri. Kalau kita lewatkan suatu suspensi
bakteri melalui saringan halus, maka
cairan yang lewat itu tidak mengandung toksin,akan tetapi jika kita ambil
bakteri yang sudah mati,nyatalah adanya toksin. Dari
kejadian ini dapatlah kita tarik kesimpulan,bahwa toksin itu semula kedapatan
terkurung di dalam sel bakteri.Akhir-akhir ini orang telah berhasil memecahkan
sel-sel bakteri secara mekanis dengan demikian terlepaslah isinya dari sel dan
endotoksin muncul dalam keadaan lepas dari sel.
Contoh :
(a) Endotoksin
dari Salmonella typhi dapat diekstrak
dengan asam trichlorasetat atau dengan dietilen glikol dan ternyata berbentuk
polisakarida lipoid.
(b) Endotoksin
dari Vibrio chlorea yang diekstrak
denagn asam trichlorasetat berbentuk gabungan dari polisakarida-lipoid.
D. Tabel
Perbedaan Endotoksin dan Eksotoksin
|
Eksotoksin
|
Endotoksin
|
Tempat produksi
|
Dikeluarkan oleh kuman hidup,konsentrasinya dalam
medium cair sangant tinggi
|
Sebagai bagian intergral dari dinding sel kuman
gram negatif
|
Struktur kimia
|
Polipeptida
|
Kompleks lipopolisakarida
|
Sifat fisik
|
Relatif tidak stabil,dengan pemanasan aktivitas
toksin menurun
|
Relatif stabil,aktivitas toksin menetap walaupun
dipanaskan
|
Sifat imonologis
|
Sangat antigenik,menghasilkan antitoksin dalam
jumlah banyak sehingga dapat dibuat toksoid
|
Tidak meninduksi terbentuknya antitoksin sehingga
tidak dapat dibuat toksoid
|
Toksisitas
|
Sangat toksik,menimbulkan kematian meskipun dalam
dosis kecil
|
Kurang toksik,dalam dosis besar menimbulkan
kematian
|
Reaksi badan
|
Badan tidak memberi reaksi panas
|
Ada reaksi demam
|
E. Uji
Kekuatan Toksin
Kekuatan toksin untuk menyebabkan
sakit dan mematikan jasad hidup sangat besar. Lebih besar dari racun alkaloid
atau 650kali lebih kuat dari atropin dan 150 atau 200 kali dari strihnin. Cara
mengukur kekuatan toksin seperti mengukur virulensi dari suatu bakteri, yaitu
dengan mencari Dosis Lethalis Minimal (DLM).
Bila toksin disimpan lama dalam
suhu kamar atau dipanasi setengah jam pada temperatur 56o C, maka
kekuatannya akan turun atau hilang sama sekali, dan bahan ini dinamakan
toksoid. Untuk menghilangkan kekuatan toksin, dapat dilakukan dengan
mencampurkan toksin dengan larutan formalin dan campuran ini disebut anatoksin.
Bila toksoid atau anatoksin disuntikkan beberapa kali pada marmud dengan dosis
yang meningkat, maka marmud itu menjadi kebal terhadap suntikan toksin yang
kekuatannya belum hilang.
Dengan percobaan ini diketahui bahwa molekul toksin
mempunyai 2 bagian, yaitu :
a. Bagian
yang mempunyai sifat sebagai penyebab sakit atau kematian hewan percobaan
(bagian toksofora), yang sifatnya termolabil dan menjadi hilang kekuatannya
bila disimpan lama.
b. bagian
yang mempunyai kasiat untuk membuat kebal terhadap hewan percobaan (bagian
haptofora), yang sifatnya termostabil, yaitu tidak hilang kekuatannya jika
dipanasi sampai temperatur 56o C selama setengah jam.
F.
Macam
– macam Toksin pada Mikroorganisme ;
1. Botulinin
Senyawa beracun ini diproduksi oleh
Clostridium botulinum. Keracunan yang
ditimbulkan akibat mengkonsumsi makanan yang mengandung botulinin ini disebut
botulisme. Botulinin merupakan neurotoksin yang sangat berbahaya bagi manusia dan sering kali akut dan
menyebabkan kematian.
Bakteri Clostridium botulinum umum terdapat pada makanan kaleng dengan pH
lebih dari 4,6. Kerusakan makanan kaleng dipengaruhi oleh jenis makanan dan
jenis mikroba yang terdapat didalamnya. Toksin botulinum tipe A adalah
eksotoksin yang pertama kali dapat dihablurkan. Toksin ini didapatkan pada
makanan yang basi. Orang akan mati jika meelan 0,0024 mg toksin ini.
Kerusakan bahan pangan termasuk
makanan dalam kaleng dapat dideteksi dengan beberapa cara, yaitu:
1. Uji
organoleptik dengan melihat tanda-tanda kerusakan seperti perubahan tekstur
atau kekenyalan, kekentalan, warna bau, pembentukkan lendir, dan lain-lain.
2. Uji
fisik untuk melihat perubahan-perubahan fisik yang terjadi karena kerusakan
oleh mikroba
maupun oleh reaksi kimia, misalnya perubahan pH, kekentalan, tekstur, indeks
refraktif, dan lain-lain.
3. Uji
kimia untuk menganalisa senyawa-senyawa kimia sebagai hasil pemecahan komponen
pangan oleh mikroba atau hasil dari reaksi kimia.
4. Uji
mikrobiologis, yang dapat dilakukan dengan metode hitungan cawan, MPN, dan
mikroskopis.
Tanda-tanda kerusakan pada makanan
kaleng yang disebabkan oleh Clostridium
botulinum diantaranya adalah:
a. produk
mengalami fermentasi
b. bau
asam
c. bau
keju atau bau butirat
d. pH
sedikit di atas normal dengan tekstur rusak
Penampakan pada kaleng
memperlihatkan bahwa kaleng menggembung. Jika dibiarkan terus menerus mungkin
bisa meledak. Beberapa pencegahan yang
bisa dilakukan oleh konsumen diantaranya adalah selalu memperhatikan batas
kadaluarsa makanan kaleng serta selalu memperhatikan tekstur kaleng. Apabila
batas kadaluarsa habis atau tekstur kaleng mengalami penggembungan jangan
sekali-kali mencoba untuk membelinya. Uji bau dapat dilakukan dengan cara
mencium bau makanan tersebut, jika baunya sudah menglami perubahan lebih baik
tidak mengkonsumsi makanan kaleng tersebut.
2. Toksoflavin dan Asam Bongkrek
Kedua
senyawa beracun ini diproduksi oleh Pseudomonas
Cocovenenans, dalam jenis makanan
yang disebut tempe bongkrek, yaitu tempe yangdibuat dengan bahan utama ampas
kelapa. Pseudomonas Cocovenenans ini
tumbuh pada tempe bongkrek yang gagal dan rapuh. Pseudomonas Cocovenenans memerlukan substrat minyak kelapa, dengan
enzim yang diproduksinya mampu menghidrolisis lemak menjadi gliserol dan asam
lemak . Gliserol kemudian diubah menjadi toksoflavin (C7H7N5O2), dan asam lemaknya
terutama asam oleat diubah menjadi asam bongkrek ( C28H38O7 ) Asam bongkrek ini
dapat mengganggu metabolisme glikogen dengan memobilisasi glikogen dari hati
sehingga terjadi hiperglikemia yang kemudian berubah menjadi hipoglikemia dan
lalu menyebabkan kematian Pertumbuhan Pseudomonas
Cocovenenans dapat dicegah bila pH substrat
diturunkan di bawah 5,5 atau dengan penambahan garam NaCl pada substrat
dengan konsentrasi2,75 – 3 % .
3. Enterotoksin
Enterotoksin
diproduksi oleh berbagai macam bakteri, termasuk organisme penyebab keracunan makanan seperti Staphylococcus aureus, Bacillus cereus, Salmonella
enteriditis , dan Vibrio cholerae. Disebut enterotoksin karena
menyebabkan gastroenteritis.
Enterotoksin
adalah eksotoksin yang aktivitasnya mempengaruhi usus halus, umumnya
menyebabkan sekresi cairan secara berlebihan ke dalam rongga usus, menyebabkan
diare dan muntah-muntah. Enterotoksin yang dihasilkan oleh Vibrio
cholerae adalah penyebab kolera. Toksin tersebut akan
mengaktifkan enzim siklik adenilase yang mengubah ATP menjadi cAMP sehingga
cAMP menjadi berlebihan dan menyebabkan
ion klorida serta bikarbonat dikeluarkan dalam jumlah besar dari sel mukosa ke dalam
rongga usus. Hal tersebut menyebabkan dehidrasi pada penderia kolera.
4. Bakteriosin
Bakteriosin
adalah peptida antimikroba yang disintesis secara ribosomal yang dihasilkan
sejumlah bakteri dan mempunyai pengaruh bakterisidal dan bakteriostatik
terhadap bakteri yang mempunyai hubungan yang dekat dengan bakteri
penghasilnya.
Bakteriosin
dihasilkan baik oleh bakteri gram‐positif
maupun bakteri gram‐negatif.
Bakteriosin gram‐positif
mengandung 30 sampai 60 asam amino dengan aktifitas yang bervariasi dari
spektrum sempit sampai luas dalam melawan bakteri grampositif lain bahkan ada
yang beraksi terhadap bakteri gram‐negatif. Penamaan bakteriosin
umumnya disesuaikan dengan bakteri penghasilnya seperti Lactococcin A,
Lactococcin G, lactococcin 972 dihasilkan oleh bakteri Lactococcus lactis,
Enterococcin (Enterococcus faecalis), Carnobactericin (Carnobacterium piscicola),
Aurecin (Staphylococcus aureus), Bacillocin (Bacillus licheniformis),
Acidolin, Acidophilin, Lactacin (Lactobacillus acidophilus),
Lactocin, Helveticin (L. helveticus), Plantaricin,
Planticin (L. plantarum) dan lain sebagainya.
Bakteriosin
pertama kali terdeteksi pada tahun 1925 oleh Andre Gratia yang mengamati
pertumbuhan beberapa strain E. coli yang
pertumbuhannya dihambat oleh senyawa antimikroba yaitu colicin. Bakteriosin
selain berperan dalam menjaga kesehatan ternak dan manusia melalui
penyeimbangan ekosistem pencernaan, bakteriosin yang dihasilkan bakteri asam
laktat juga berperan sebagai pengawet alami dalam penyimpanan dan pengolahan
bahan pangan.
Penggunaan
istilah bakteriosin sering dikacaukan dengan istilah antibiotik dan
antimikroba. Antibiotik adalah zat kimia yang dihasilkan oleh berbagai
mikroorganisme. Bakteriosin adalah zat kimia berupa peptida atau protein yang
dihasilkan oleh bakteri sedangkan antimikroba disamping zat kimia yang
dihasilkan oleh berbagai mikroorganisme (antibiotik, bakteriosin) juga
substansi yang diperoleh secara sintetik. Bakteriosin secara umum berbeda
dengan antibiotik dalam hal sintesis, mekanisme kerja, spektrum dan tujuan
pemakaian
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Endotoksin dan eksotoksin memiliki tingkat bahaya yang
sama apabila terdapat dalam aliran darah dan bisa menyebabkan sakit hingga
kematian. Meskipun begitu, perkembangan dalam teknologi kesehatan membuat
keberadaan toksin yang dihasilkan oleh bakteri menjadi obat bagi penyakit itu
sendiri maupun yang disebakan oleh bakteri lain. Maka dari itu dengan
pengetahuan yang cukup kita bisa menyikapi dengan benar kebradaan bakteri dan
toksin yang hidup diantara kita.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Prof
dr. D. Dwijseputro. Dasar- dasar mikrobiologi.1994. Jakarta : Penerbit Djambatan
2. Arthur G Johnson Ph.D.
(mikrobiologi dan imunologi) alih bahasaDr, Yulius E.S. 1994 jakarta
binarupa aksara
3. http://ilmupangan.blogspot.com/
2008/04/perbedaan-endotoksin-dan eksotoksin.html diakses pada hari selasa 11 desember 2012 jam 20.48
2008/04/perbedaan-endotoksin-dan eksotoksin.html diakses pada hari selasa 11 desember 2012 jam 20.48
4. Pusat
Pendidikan Tenaga Kesehatan Departemen Kesehatan RI.1989.Bakteriologi
Umum.Jakarta.hal55-57
5. Staf
Pengajar Fakultas KedokteranUniversitas Indonesia,1994:Buku ajar Mikrobiologi
Kedokteran